Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani Kuno: “ethikos“,
berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi
yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk
mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business,
dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu,
komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan
pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis
dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan
meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah
bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka
berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya
bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya
atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model
bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar
kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan
dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai,
norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil
dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah
bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan
yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan
peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi
seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan dan sikap yang profesional.
Definisi Etika Bisnis Menurut Beberapa Ahli :
- Velasquez (2005) mengatakan bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
- Bertens (2000) mengatakan bahwa etika bisnis dalam bahasa Inggris disebut business ethics. Dalam bahasa Belanda dipakai nama bedrijfsethick (etika perusahaan) dan dalam bahasa Jerman Unternehmensethik (etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa Inggris kadang-kadang dipakai corporate ethics (etika korporasi). Narasi lain adalah “etika ekonomis” atau”etika ekonomi” (jarang dalam bahasa Inggris economic ethics; lebih banyak dalam bahasa Jerman Wirtschaftsethik). Ditemukan juga nama management ethics atau managerial ethics (etika manajemen) atau organization ethics (etika organisasi).
- Yosephus (2010) mengatakan bahwa Etika Bisnis secara hakiki merupakan Applied Ethics (etika terapan). Di sini, etika bisnis merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasaran etika bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang berkegiatan ekonomi.
- Velasquez (2005) mengatakan bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
- Bertens (2000) mengatakan bahwa etika bisnis dalam bahasa Inggris disebut business ethics. Dalam bahasa Belanda dipakai nama bedrijfsethick (etika perusahaan) dan dalam bahasa Jerman Unternehmensethik (etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa Inggris kadang-kadang dipakai corporate ethics (etika korporasi). Narasi lain adalah “etika ekonomis” atau”etika ekonomi” (jarang dalam bahasa Inggris economic ethics; lebih banyak dalam bahasa Jerman Wirtschaftsethik). Ditemukan juga nama management ethics atau managerial ethics (etika manajemen) atau organization ethics (etika organisasi).
- Yosephus (2010) mengatakan bahwa Etika Bisnis secara hakiki merupakan Applied Ethics (etika terapan). Di sini, etika bisnis merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasaran etika bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang berkegiatan ekonomi.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance
Managemen Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan
tingkah laku etika bisnis, yaitu :
- Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
- Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika Bisnis Yang Baik
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin
sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Tiga Aspek
Pokok Dari Bisnis
1. Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini
adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen
dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan
antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi
kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak,
tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut
pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan,
tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2. Sudut pandang moral
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat
wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan
pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus
menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan
itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang
lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3. Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat
dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting
dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam
hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum
juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan
pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan
ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran
Roma, ada pepatah terkenal “Quid leges sine moribus” yang artinya “apa artinya
undang-undang kalau tidak disertai moralitas.“
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu :
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan
etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial
lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah
pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan
ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan
struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah
pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini
termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter
individual.
Model Etika
Dalam Bisnis
Carroll dan
Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen
dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya,
yaitu :
1. Immoral
Manajemen
Immoral
manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan
bisnisnya.
2. Amoral
Manajemen
Tingkatan
kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral
manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen
seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada
dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak
sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para
manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat
sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain.
Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah
aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini
mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan
dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal
manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku,
dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe
manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya
memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara
sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe
ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi
kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar
dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono
(1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis
dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar
pemikirannya sebagai berikut :
Bisnis adalah
suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan
ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat
berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang
mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan
berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang
tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu
praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral
itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria
atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu
yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun
ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini
membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
3. Moral
Manajemen
Tingkatan
tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis
yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi
dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu
melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis
yang diambilnya.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat saya simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan Etika Bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis,
yang berkaitan dengan prinsip penerapan moral umum pada
aspek-aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri
dan juga masyarakat. Semuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis
secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada
kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat itu sendiri.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang
sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya
dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang
transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan
yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Referensi :